IJMA’
A.
Pengertian Ijma’
Ditinjau dari segi bahas (etimologi), kata ijma’ merupakan masdar
(kata benda verbal) dari kata اجمع
yang artinya memutuskan dan menyepakati sesuatu. Ia juga bisa
berarti kesepakatan bulat (konsensus). Menurut Abdul Wahhab Khalaf, secara
istilah jama’ adalah :
اتفا ق جميع المجتهدين فى عصر من العصور بعد وفاة الرسول على حكم شرعي
فى الواقعة هو
Artinya : “Ijma’ adalah kesepakatan (konsensus) seluruh mujtahid
pada suatu masa tertentu sesudah wafatnya Rasul atas hukum syara’ untuk satu
peristiwa (kejadian).
B.
Syarat-Syarat Ijma’
1.
Yang
bersepakat adalah para mujtahid
2.
Yang
bersepakat adalah seluruh mujtahid
3.
Para
mujtahid harus umat Muhammad SAW
4.
Dilakukan
setelah wafatnya nabi
5.
Kesepakatan
mereka harus berhubungan dengan syari’at.
C.
Macam-Macam Ijma’
1.
Ijma’
Sharih
Dari segi
bahasa, sharih berarti jelas. Ijma’ sharih yaitu ijma’ yang memaparkan pendapat
banyak ulama’ secara jelas dan terbuka, baik dengan ucapan maupun perbuatan.
Ijma’ sharih menempati peringkat ijma’ tertinggi. Hukum yang ditetapkan ijma’
sharih bersifat qath’i atau pasti.
2.
Ijma’
Sukuti
Dari segi
bahasa, sukuti berarti diam. Ijma’ sukuti yaitu sebagian mujtahid mengeluarkan
pendapatnya dan sebagian yang lain diam, sedang diamnya menunjukkan setuju,
bukan karena takut atau malu. Ijma’ sukuti bersifat dzan dan tidak mengikat.
D.
Contoh-Contoh Ijma’
Berikut merupakan beberapa contoh ijma’.
1.
Diadakannya
adzan dua kali dan iqomah untuk sholat jum’at, yang diprakarsai oleh sahabat
Utsman bin Affan r.a. pada masa kekhalifahan beliau. Para sahabat lainnya tidak
ada yang memprotes atau menolak ijma’ Beliau tersebut dan diamnya para sahabat
lainnya adalah tanda menerimanya mereka atas prakarsa tersebut. Contoh tersebut
merupakan ijma’ sukuti.
2.
Saudara-saudara
seibu –sebapak, baik laki-laki ataupun perempuan (banu al-a’yan wa al- a’lat)
terhalang dari menerima warisan oleh bapak. Hal ini ditetapkan dengan ijma’.
3.
Upaya
pembukuan Al-Qur’an yang dilakukan pada masa khalifah Abu Bakar as Shiddiq r.a.
4.
Menjadikan
as Sunah sebagai sumber hukum Islam yang kedua setelah Al Qur’an. Para mujtahid
bahkan seluruh umat Islam sepakat menetapkan as Sunah sebagai salah satu sumber
hukum Islam.
5.
Para
mujtahid sepakat bahwa nikah adalah suatu ikatan yang dianjurkan syariat.
Beliau bersabda
: “Nikahlah kalian dengan perempuan yang memberikan banyak anak dan banyak
kasih sayang. Karena aku akan membanggakan banyaknya jumlah umatku kepada para
nabi lainnya di hari kiamat nanti.” (H.R. Ahmad)
6.
Contoh
ijma’ yang dilakukan pada masa sahabat seperti ijma’ yang dilandaskan pada
Al-Qur’an adalah kesepakatan para ulama’ tentang keharaman menikahi nenek dan
cucu perempuan berdasarkan QS. An-Nisa’ ayat 23.
Para ulama
sepakat bahwa kata ummahat (para ibu) dalam ayat tersebut mencakup ibu
kandung dan nenek, sedangkan kata banat (anak-anak wanita) dalam ayat
tersebut mencakup anak perempuan dan cucu perempuan.
7.
Kesepakatan
ulama atas keharaman minyak babi yang di-qiyaskan atas keharaman dagingnya.
8.
Shalat
tarawih adalah shalat dilakukan sesudah sholat isya’ sampai waktu fajar.
Bilangan rakaatnya yang pernah dilakukan oleh Rasulullah adalah 8 rakaat. Umar
bin Khattab mengerjakannya sampai 20 rakaat. Amalan Umar bi Khattab ini
disepakati oleh ijma’. Ijma’ ini tergolong ijma’ fi’ly dari Khulafa’ Rosyidin.
9.
Para
ulama Mujtahid sepakat bahwa jual beli dihalalkan, sedangkan riba diharamkan.
10.
Para
imam madzhab sepakat atas keharaman Ghasab (merampas hak orang lain).
11.
Jual
beli madhamin (jual beli hewan yang masih dalam perut) menurut jumhur ulama’
tidak dibolehkan. Alasannya adalah mengandung unsur gharar (yang belum jelas
barangnya).
12.
Para
sahabat di zaman Umar bin Khattab bersepakat menjadikan hukuman dera sebanyak
80 kali bagi orang yang meminum-minuman keras. Ijma’ tersebut termasuk dzanni.
13.
Ijma’
sahabat tentang pemerintahan. Wajib hukumnya mengangkat seorang imam atau
khalifah untuk menggantikan Rasulullah dalam mengurusi urusan Daulah Islamiyah
yang menyangkut urusan agama dan dunia yang disepakati oleh para Sahabat di
Saqifah Bani Sa’idah.
14.
Hak
menerima waris atas kakek bersama-sama dengan anak, apabila seseorang meninggal
dunia dan meninggalkan ahli waris (yakni
) anak dan kakek. Kakek ketika tidak ada bapak bisa menggantikan
posisinya dalam penerimaan
warisan, sehingga bisa menerima warisan
seperenam harta sebagaimana yang diperoleh bapak, meski terdapat anak dari
orang yang meninggal.
15.
Para
imam madzhab sepakat bahwa antara kerbau dan sapi adalah sama dalam perhitungan
zakatnya.
16.
Ulama’
sepakat tentang dibolehkannya daging dhob karena sahabat sepakat bahwa diamnya
nabi adalah membolehkan.
17.
Ijma’
tentang pengangkatan Abu Bakar menjadi khalifah karena mengqiyaskan kepada
penunjukan Abu Bakar oleh Nabi menjadi imam shalat ketika Nabi sedang
berhalangan.
18.
Ulama
sepakat tentang kewajiban shalat lima waktu sehari semalam dan semua rukun
Islam.
19.
Para
ulama sepakat bahwa zakat fitrah adalah wajib.
20.
Jumhur
ulama sepakat bahwa adil itu hanya dapat dinilai secara lahiriah saja, tidak
secara batiniah.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
pembahasan yang telah dikemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa ijma’
adalah suatu dalil syara’ yang memiliki tingkat kekuatan argumentatif di bawah
dalil-dalil nas (Al Quran dan hadits). Ia merupakan
dalil pertama setelah Al Quran dan hadits. Yang dapat dijadikan pedoman dalam
menggali hukum-hukum syara’.
Pada masa Rasulullah masih hidup, tidak pernah dikatakan ijma’ dalam
menetapkan suatu hukum, karena segala permasalahan dikembalikan kepada beliau,
apabila ada hal-hal yang belum jelas atau belaum diketahui hukumnya.
Dan dari ijma’ itu sendiri terdapat beberapa macam. Diantaranya: ijma’
sharih, ijma’ sukuti. Dari dua versi itu lahirlah perbedaan-perbedaan dalam
pandangan ulama’ mengenai ijma’ itu sendiri.
Banyak
sekali contoh-contoh dari ijma’, diantaranya yaitu :
1.
Upaya
pembukuan Al-Qur’an yang dilakukan pada masa khalifah Abu Bakar as Shiddiq r.a.
2.
Para
ulama sepakat bahwa zakat fitrah adalah wajib.
3.
Ulama
sepakat tentang kewajiban shalat lima waktu sehari semalam dan semua rukun
Islam, dll.
B.
Kritik dan Saran
Jadikanlah
makalah ini sebagai media untuk memahami diantara sumber-sumber Islam (ijma’)
demi terwujudnya dan terciptanya tatanan umat (masyarakat) adil dan makmur. Kami sadar, dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan.
Maka dari itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan dan konstruktif
demi kesempurnaan penulisan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Depag Jawa
Tengah. 2004. Fiqih Madrasah Aliyah Kelas XII. Semarang : C.V. Gani
& Son.
Prof. DR. Rachmat Syafe’i, MA. 2007. Ilmu Ushul
adakah ijma masih terjadi pada masa ini? kalau ya, apakah contohnya?
BalasHapusmakasih bgt ya
BalasHapuskeren blog nya
BalasHapusmengulang pertanyan -budak ingi tahu-, apakah ijma ada di era ini ?
BalasHapusAda..namanya fatwa..tapi dikeluarkan harus sama UWA..
BalasHapus