KENABIAN
MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Pengantar Studi Islam
Pengampu : Aang Kunaepi, M.Ag
Disusun oleh
Baitlina Putri
M (133811047)
Fitri Zakiyyah (133811067)
Muhammad
Hidayatullah (103911076)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
I.
PENDAHULUAN
Allah SWT telah menciptakan langit
serta bumi seisinya dengan sangat sempurna, layaknya Allah menciptakan manusia
yang merupakan makhluk yang paling sempurna. Manusia diberikan kelebihan akal
untuk berpikir dan dapat membedakan mana yang haq dan mana yang batil. Di balik
kesempurnaan manusia pada umumnya, Allah telah menunjuk orang-orang pilihan
sebagai utusan Allah yang nantinya akan meyebarkan Islam yang haq kepada
umatnya. Orang-orang pilihan tersebut biasa disebut Nabi, Rasul, Wali, atau
Ulama.
Sebagai umat Islam, kita wajib
percaya dan mengimani adanya Rasul sebagai utusan Allah. Hal itu telah
tercantum dalam rukun Iman yang ke-4. Allah telah mengutus Nabi Muhammad SAW
sebagai Nabi terakhir di dunia ini. Lalu mengapa Allah harus mengutus Nabi dan
Rasul? Dan bagaimana pengertian dari Nabi, Rasul, Wali, dan Ulama sesungguhnya?
Di dalam makalah ini, akan dibahas tentang hal-hal yang berhubungan dengan
kenabian.
II.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apakah
pengertian Nabi, Rasul, Wali, dan Ulama?
2.
Apakah
pengertian iman kepada Rasul?
3.
Apakah
tujuan diutusnya Rasul?
4.
Siapakah
Rasul terakhir?
5.
Bagaimana
Nabi Muhammad dijadikan sebagai tauladan?
6.
Seperti
apa Nabi Muhammad di mata sarjana Barat?
III.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Nabi, Rasul, Wali, dan Ulama
a.
Nabi
dan Rasul
Nabi dalam bahasa Arab berasal dari kata naba. Dinamakan Nabi
karena mereka adalah orang yang menceritakan suatu berita dan mereka adalah
orang yang diberitahu beritanya (lewat wahyu). Sedangkan kata Rosul secara
bahasa berasal dari kata irsal yang bermakna membimbing atau memberi arahan.[1]
Nabi dalam pengertian ini sama dengan pengertian Rasul. Namun ada
yang membedakannya bahwa Rasul ialah manusia pilihan Allah yang mendapatkan
wahyu untuk disampaikan kepada umat-Nya. Sedangkan Nabi menerima wahyu akan
tetapi tidak diwajibkan menyampaikan kepada umatnya. Dan ada yang menyatakan
lain bahwa Rasul ini membawa syari’at (aturan baru), sedangkan Nabi tidak.[2]
b.
Wali
Wali menurut al Qur’an diartikan pemimpin, pelindung, dan penolong
(QS. Al Maidah : 51, 55 dan 57 ; Al Anfal : 73 ; An Nisa’ : 139). Dalam
pengertian populer ialah orang yang mempunyai kelebihan khusus di bidang agama
dan perjuangan agama seperti Walisongo di Pulau Jawa.
c.
Ulama
Ulama adalah bentuk jama’ (plural) dari alim yang artinya
mengetahui, berilmu. Dengan demikian, termasuk pengertian ulama ialah sarjana
dan cendekiawan muslim maupun non muslim (dalam berbagai ilmu), karena istilah
tersebut mempunyai pengertian yang umum. Namun dalam pengertian yang populer
secara sosiologis, yang berlaku di Indonesia, ulama mempunyai pengertian semantik,
ahli di bidang ilmu agama Islam.
2.
Pengertian Iman Kepada Rasul
Iman kepada para Rasul Allah SWT. artinya yakin dan percaya
terhadap para nabi yang telah diutus oleh Allah SWT. dan membenarkan wahyu yang
telah diturunkan oleh Allah SWT. kepada mereka.
Pengertian
iman kepada Rasul-Rasul Allah SWT. meliputi berikut:
1)
meyakini
dengan sepenuh hati kepada Allah SWT. telah memilih sebagian hamba-Nya yang
baik, yang diberi amanat untuk membimbing umat manusia menuju jalan hidup yang
diridai-Nya.
2)
meyakini
kebenaran ajarannya sebagai petunjuk hidup manusia yang beriman kepadanya.
3)
manaati
segala perintah dan larangannya dalam kehidupan sehari-hari serta berusaha
meneladaninya.[3]
Ada empat sifat yang selalu dimiliki oleh setiap Rasul, yaitu amanah
(dapat dipercaya) mustahil baginya sifat khianat, shiddiq (jujur)
mustahil baginya sifat kidzib (bohong), fathanah (cerdas)
mustahil baginya sifat baladah (bodoh), dan tabligh (menyampaikan
wahyu), mustahil baginya sifat kitman (menyembunyikan). Sifat jaiz bagi
mereka ialah boleh saja melakukan sesuatu yang bisa dilakukan oleh manusia pada
umumnya, asalkan tidak menyebabkan merosotnya derajat kerasulannya.[4]
3.
Tujuan Diutusnya Rasul
Pada prinsipnya tujuan diutusnya Rasul ialah menyampaikan risalah
Allah dan memberi bimbingan kepada ummat-Nya untuk menuju jalan yang lurus.
Karena tugasnya menyampaikan risalah ini maka fungsi malaikat hanya
menyampaikan berita dari Allah kepada mereka. Sedang penyampaian ajaran kepada
manusia dan untuk melakukan pembangunan nilai-nilai di tengah-tengah kehidupan
manusia mesti dari manusia juga, dan bahkan dari bangsanya sendiri, dengan
menggunakan bahasa kaumnya sebagai media komunikasi agar mudah dipahami dan dipatuhi
seperti di dalam firman Allah:
!$tBur $uZù=yör& `ÏB @Aqߧ wÎ) Èb$|¡Î=Î/ ¾ÏmÏBöqs% úÎiüt7ãÏ9 öNçlm; (
Artinya
: ”Kami tidak mengutus seorang Rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya supaya
ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka” (QS. Ibrahim ayat 4)
Ajaran yang disampaikan oleh para Rasul sejak Nabi Adam sampai dengan
Nabi Muhammad SAW. pada prinsipnya sama yakni ajaran tauhid, mengesakan Allah
secara mutlak, oleh karena itulah Al-Qur’an menyatakan bahwa Nabi atau Rasul
terdahulu itu juga muslim, “(Nuh berkata):
Jika
kamu berpaling (dari peringatanku), aku tidak meminta upah sedikitpun dari
padamu. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah belaka dan aku disuruh supaya aku
termasuk golongan orang-orang yang berserah diri (Islam) kepada-Nya”. (QS. Yunus : 72)
4.
Rasul Terakhir
Allah Swt mengutus Nabi-Nya, Muhammad di masa kevakuman para rasul
as. Beliau merupakan penutup para nabi dan penghapus syari’at para rasul as
yang datang sebelumnya.[5]
Menurut Drs. Nasruddin Razak ,ada 3 sebab perlunya segara datang
Rasul yang berfungsi universal dan abadi untuk menyelamatkan manusia dari
bencana dan kehancuran.
1)
ajaran
Rasul terdahulu itu tidak sempurna, perlu ada perbaikan-perbaikan dan
penyempurnaan yang mampu mengatur secara universal yang bersifat langgeng.
2)
ajaran
Rasu-Rasul terdahulu banyak yang hilang atau di hilangkan, perlu diungkap
kembali tentang kecurangan yang telah terjadi dan yang benar dihidupkan kembali
3)
para
Rasul terdahulu adalah di utus kepada bangsa tertentu, maka perlu ada seorang
Rasul yang risalahnya untuk seluruh manusia, tugas internasional.
Faktor-faktor
itulah yang menjadi alasan kedatangan Rasul terakhir, Muhammad SAW. Dan
kedatangannya telah ada nubuwat(ramalannya), dalam kitab-kitab sebelumnya.
Pengimanan
atas kerasulan Muhammad adalah sejak di kukuhkannya sebagai Rasul, yang di utus
untuk seluruh bangsa didunia, dia adalah Rasul terakhir, tidak ada nabi atau
Rasul sesudahnya.
Kerasulan
Muhammad untuk seluruh dunia, risalahnya universal, ditujukan kepada seluruh
manusia, semua ras, bangsa, dan bahasa sampai ke ujung zaman.[6]
5.
Muhammad SAW sebagai Suri Tauladan
Sejak
Muhammad SAW. sebelum diutus atau dikukuhkan sebagai Rasul dia telah terkenal
ketinggian akhlak dan kepribadiannya, sehingga ia dijuluki “Al-Amin” (orang
yang dapat di percaya).
Setelah
mendapatkan wahyu dari Allah, maka dia sendiri yang menjadi pelopornya. Dia
mengajarkan kebenaran, dan dia sendiri yang pertama mengerjakannya. Oleh karena
itulah, maka dia dijuluki ”uswatun khasanah” artinya suatu suri tauladan yang
baik bagi manusia dalam segala gerak dan langkahnya. Dalam firman Allah :
ôs)©9
tb%x.
öNä3s9
Îû
ÉAqßu
«!$#
îouqóé&
×puZ|¡ym
`yJÏj9
tb%x.
(#qã_öt
©!$#
tPöquø9$#ur
tÅzFy$#
tx.sur
©!$#
#ZÏVx.
“Sungguh telah ada pada
(diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagi kamu (yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan banyak menyebut nama Allah”.
(QS. Al-Ahzab : 21)
Ada
beberapa kriteria keteladanan Nabi Muhammad SAW :
Harus diikuti
secara mutlak (wajib), seperti shalat lima kali sehari semalam dan
ibadah-ibadah wajib yang lain.
Harus diikuti,
tetapi tidak mutlak, hukum mengikutinya adalah sunnah seperti shalat
sunnah, puasa sunnah, dsb.
Tidak diharuskan
mengikutinya, artinya netral (mubah) bagi pengikutnya. Masalah ini berkaitan
dengan masalah keduniaan seperti cara berpakaian, hobi dan sebagainya.
Tidak boleh
diikuti, artinya haram bagi pengikutnya untuk mengikutinya, karena hal itu
dikhususkan bagi Nabi yang diperbolehkan menjalankannya, seperti beristeri
lebih dari empat orang.
6.
Muhammad
Di mata Sarjana Barat
Ketika
umat Islam membicarakan sosok Nabi Muhammad Saw, maka hampir bisa dipastikan
beliau dinilai sebagai sosok yang mulia, maksum, dan contoh terbaik bagi ummat
manusia. Beliau juga dinilai sebagai manusia pilihan dan Nabi terbaik sepanjang
sejarah. Begitu banyak buku-buku yang telah terbit menceritakan kesempurnaan
sosok beliau.
Akan
tetapi, hal itu tidak selalu berlaku bagi para orientalis, yaitu orang-orang
(sarjana-sarjana) Barat yang mendalami dunia Timur. Tidak dapat dipungkiri
bahwa banyak para orientalis memandang sinis atas Rasulullah Saw. Bahkan, tidak
jarang kata-kata pelecehan dan penghinaan keluar dari lisan mereka.
Adalah
John of Damascus (m.750 M) misalnya, berpendapat bahwa Nabi Muhammad adalah
seorang penipu terhadap orang Arab yang bodoh. Nabi Muhammad, katanya, dengan
cara yang licik mampu mengawini Khadijah sehingga mendapat kekayaan dan
kesenangan. Dengan cara yang cerdas Nabi Muhammad juga berhasil menyembunyikan
penyakit epilepsinya ketika menerima wahyu dari Jibril. Selain itu, Muhammad
memilki hobi perang karena nafsu seksnya tidak tersalurkan. [7]
Sementara
itu, Snouck Hurgronje yang pura-pura masuk Islam dan sempat tinggal di Aceh,
Indonesia mengatakan; “Pada zaman skeptik ini, sangat sedikit sekali yang di
atas kritik, dan suatu hari nanti kita mungkin mengarapkan untuk mendengar
bahwa Muhammad tidak pernah ada”.
Harapan
Hurgronje ini selanjutnya terealisasikan dalam pemikiran Klimovich. Ia menulis
sebuah artikel pada tahun 1930 dengan judul “Did Muhammad Exist”? Dalam
tulisannya tersebut Klimovich menyimpulkan semua informasi tentang kehidupan
Nabi Muhammad hanyalah karangan manusia dan dibuat-buat. Menurutnya, Nabi
Muhammad adalah “fiksi yang wajib” karena selalu ada asumsi “setiap agama harus
mempunyai pendiri”.
Akan
tetapi, tidak semua orientalis secara terang-terangan mencaci maki Nabi
Muhammad sebagaimana tokoh-tokoh orientalis yang disebutkan di atas. Tidak
sedikit orientalis yang bersikap simpatik terhadap beliau.
George
Bernard Shaw, salah satu pengarang Inggris terkenal misalnya mengakui bahwa
ajaran-ajaran Nabi Muhammad Saw telah memuliakan kedudukan wanita. Ia
menyatakan bahwa beliau tidak membiarkan anak-anak perempuan mati kedinginan
dan kelaparan. Selain itu, beliau juga menganjurkan berbuat baik kepada hewan.
Adapun
Edward Gibbon, sejarawan Barat yang terkenal menyatakan: “Hal yang baik dari
Muhammad ialah membuang jauh kecongkakan seorang raja. Beliau itu melakukan
kerja kasar di rumah; menyalakan api, menyapu lantai, memerah susu sapi, dan
memperbaiki sendiri sepatu dan baju-baju wol beliau.
Berbeda
dengan Bernard dan Edward, Thomas Carlyle menyatakan bahwa Nabi Muhammad adalah
seorang yang jujur dan setia. Jujur dengan apa yang beliau ucapkan, dan dalam
hal apa yang beliau pikirkan.
IV.
KESIMPULAN
Nabi adalah manusia pilihan Allah
SWT yang diberi wahyu untuk dirinya sendiri. Adapun Rasul adalah manusia
pilihan Allah SWT yang diberi wahyu untuk dirinya dan disampaikan kepada
manusia. Jadi, seorang rasul pasti seorang nabi belum tentu seorang rasul.
Iman kepada para Rasul Allah SWT. artinya yakin dan percaya
terhadap para nabi yang telah diutus oleh Allah SWT. dan membenarkan wahyu yang
telah diturunkan oleh Allah SWT. kepada mereka.
Pada prinsipnya tujuan diutusnya Rasul ialah menyampaikan risalah
Allah dan memberi bimbingan kepada ummat-Nya untuk menuju jalan yang lurus.
Allah Swt mengutus Nabi-Nya, Muhammad di masa kevakuman para rasul
as. Beliau merupakan penutup para nabi dan penghapus syari’at para rasul as
yang datang sebelumnya.
Nabi Muhammad dijuluki ”uswatun khasanah” artinya suatu suri
tauladan yang baik bagi manusia dalam segala gerak dan langkahnya.
Pandangan kaum orientalis terhadap
Nabi Muhammad sangat beragam, ada yang begitu benci dan menganggap bahwa kisah
Rasulullah itu hanya “fiksi” semata. Tetapi juga tidak sedikit yang mengagumi
beliau.
V.
SARAN
Demikian makalah yang dapat kami
susun, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca dan juga penyusun. Kami menyadari
masih ada banyak kekurangan dan kesalahan dalam pembuatan makalah ini, untuk
itu kritik serta saran yang membangun sangat kami harapkan guna memperbaiki
makalah yang selanjutnya.
[1]Sigit
Marwanto, Definisi Nabi dan Rasul, http://sigit-ajaranislam.blogspot.com/2011/05/definisi-nabi-dan-rasul.html
(diakses pada 5 November 2013 pukul 13:47)
[2]
Amin Syukur, Pengantar Studi Islam, (Semarang: Lembkota Semarang, 2006)
hlm 70
[3]
Muh. Atha Zhafran, Pintar Agama Islam, (Solo : CV. Bringin 55) hlm 105
[4]
Amin Syukur, Pengantar Studi Islam, (Semarang : Lembkota Semarang, 2006)
hlm 72
[5]
Muhammad Alcaff, Teladan Abadi Muhammad SAW, (Jakarta : Al-Huda,2009)
hlm. 329
[6]
Amin Syukur, Pengantar Studi Islam, (Semarang: Lembkota Semarang, 2006) hlm.74
[7] Luqman Hakim, Nabi Muhammad di
Mata Orientalis, http://edukasi.kompasiana.com/2011/12/18/nabi-muhammad-di-mata-orientalis-422382.html diakses pada tanggal 6 November 2013
pukul 11.19 WIB
DAFTAR PUSTAKA
Alcaff,
Muhammad. 2009. Teladan Abadi Muhammad SAW. Jakarta : Al-Huda
Syukur,
Amin. 2006. Pengantar Studi Islam. Semarang : Lemkota Semarang
Zhafran,
Muh.Atha. 2009. Pintar Agama Islam. Solo : CV. Bringin 55
Sigit
Marwanto, Definisi Nabi dan Rasul, http://sigit-ajaranislam.blogspot.com/2011/05/definisi-nabi-dan-rasul.html
(diakses pada 5 November 2013 pukul 13:47)
Luqman Hakim, Nabi Muhammad di Mata Orientalis, http://edukasi.kompasiana.com/2011/12/18/nabi-muhammad-di-mata-orientalis-422382.html diakses pada tanggal 6 November 2013 pukul 11.19 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar